Jumat, 08 Maret 2013

Menyebut Indonesia Negara Demokrasi Berarti Termakan Opini Kaum Sekuler

Jakarta (SI ONLINE) - Indonesia ini negara apa?. Disebut negara Islam bukan, negara kafir juga bukan. Apakah Indonesia ini negara bukan-bukan?.

"Persoalan ini kelihatannya sederhana, tetapi di dalamnya mengandung persoalan serius," kata Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab saat mengawali perbincangan dalam peluncuran buku terbarunya "Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah" di Istora, Senayan, Jakarta, Kamis sore (7/3/2013).

Menurut Habib Rizieq, klasifikasi negara hanya ada dua. Jika bukan negara Islam berarti negara kafir, jika bukan negara agama berarti sekuler, jika bukan negara musyawarah berarti negara agama, jika bukan negara halal berarti neara hara.

Untuk menjawab persoalan ini, kata Habib, haruslah dengan menggunakan metodologi yang benar. Dengan meneliti dasar historis bagaimana negara ini lahir dan harus mempelajari dasar konstitusi yang disepakati para pendiri bangsa ini.

"Jangan sekali-kali menarik kesimpulan menurut opini. Kalau menurut opini, kelompok liberal telah sukses mengopinikan bahwa negara ini negara sekuler, bukan negara agama," kata Habib.

Sayangnya, lanjut Habib, kesuksesan kelompok liberal dalam mengkapanyekan negara ini sebagai negara demokrasi secara tidak sadar juga didukung oleh umat Islam. Mereka mengamini ketika negara ini disebut sebagai negara demokrasi.

"Opini ini, sehebat apapun tidak boleh mempengaruhi kesimpulan kita. Buktikan berdasarkan dasar historis dan konstitusi," ungkapnya.