Selasa, 05 Juni 2012

Jadikan NKRI Bersyariah Agar Aparat Lebih Sigap Tangkal Bahaya Maksiat

KH Muhammad Al Khaththah
Sekjen FUI


Beberapa tahun lalu saya menyodorkan buku “Sistem Pidana Islam” karya Abdurrahman Al Malikiy kepada seorang petinggi Polda Metro Jaya. Beliau sangat antusias. Kata beliau, kita polisi tunggu keputusan Senayan ustadz. Kalau Senayan memutuskan buku Ustadz dijadikan sebagai KUHP ya kita polisi siap melaksanakan.

Saya terharu. Kata-kata beliau masih terngiang-ngiang di telinga saya. Saya berharap banyak anggota Polri sepikiran dan sejiwa dengan beliau. Walau kadang saya prihatin dan miris  atas perilaku polisi dalam menangani teroris atau narkoba. Namun polisi seperti beliau memberikan harapan. 

Juga terngiang di telinga saya kata-kata Kabareskrim Komjenpol Sutarman kepada almarhum Bang Gogon dan kawan-kawan aktivis FUI beberapa waktu lalu di Bareksrim Mabes Polri: “Biarlah polisi yang melakukan nahi mungkar, para ulama cukup amar makruf saja!”. Subhaanallah!

Maka tindakan Kapolsek Pasarminggu dan Kapolres Jaksel menghentikan penyebaran kemaksiatan dan kesesatan yang di-cover “diskusi ilmiah” oleh lesbi asing bernama Irshad Manji di sarang liberal perusak agama di Jakarta beberapa waktu lalu patut mendapatkan acungan jempol. Anehnya, perwira polisi itu malah dilaporkan ke Propam Mabes Polri?
Alhamdulillah Mahendradatta dan ikhwan TPM cepat menyambangi Mabes Polri menyampaikan bahwa tindakan polisi tersebut sah menurut UU yang berlaku. FUI yang mendampingi TPM menegaskan bahwa tindakan Polri itu wajib dan terkategori dalam nahi mungkar dalam bahasa Al Quran dan As Sunnah. Insyaallah pelakunya dapat pahala.  
“Kami ingin Indonesia bersih dari  segala bentuk kemaksiatan yang mengundang azab Allah. Kami tidak ingin bangsa ini diazab oleh Allah karena membiarkan pelaku dan penyebar kemaksiatan melakukan aksi zalim mereka,” demikian saya tegaskan kepada beberapa petinggi Divhumas Mabes Polri, Jakarta, Jumat lalu (11/5/2012).

Sebagai penegasan saya bacakan kepada mereka firman Allah SWT: Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. dan Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (QS. Al Anfal 25).

Penguatan ini diberikan agar Polri berani menindak kemaksiatan yang ditutup cover HAM. Padahal sejatinya adalah kemaksiatan. Misalnya, homoseks dan lesbian. Allah SWT menyebut pelaku homoseks sebagai pelaku tindak kriminal. Bahasa Qurannya adalah al mujrimin (QS. Al A’raf 84).

Polri jangan sampai keder oleh pernyataan salah satu pegiat liberal, bahwa kaum Nabi Luth itu diazab bukan karena homoseks. Sebab, kata sosok biang ngibul itu, kalau kaum Luth diazab karena homoseks, kenapa kaum homo dan lesbi sekarang tidak disiksa? Padahal Al Quran jelas menegaskan kisah diazabnya kaum Sodom biang homo sedunia adalah karena perbuatan super kejinya itu. Allah memaparkan dalam QS. Al A’raf 80-84; Huud 78-82 ; Al Hijr 67-75; dan As Syu’ara’ 165-174.

Perlu diketahui, tingkat kejahatan sodomi dalam pandangan syariah lebih berat daripada perzinaan. Sebab, zina bila pelakunya gadis atau bujangan, maka hukumannya tidak sampai hukum rajam sampai mati, tapi hanya dicambuk 100 kali. Sedangkan pelaku sodomi dihukum mati , sudah kawin atau belum kawin. Menurut salah satu fuqoha, pelaku homo atau lesbi itu dilempar dari gedung tertinggi di suatu kota. Artinya, pelaku lesbi dan homo di Jakarta bisa dihukum mati dengan cara dilempar dari atas Tugu Monas.

Oleh karena itu, Polri semestinya cepat tanggap terhadap penyebaran kemaksiatanyang dilakukan kalangan liberal yang sesat dan menyesatkan.

Salah seorang petinggi Polri yang hadir dalam audiensi FUI dan TPM dengan Divhumas Mabes Polri itu mengatakan menunggu laporan dari MUI atau organisasi Islam lainnya terhadap kejadian penyesatan seperti itu.  

Saya merenung. Wajarlah Polri sering kecolongan dengan masuknya berbagai aliran sesat dan maskiat yang merusak dan membahayakan umat dan NKRI. Sebab jika polisi menunggu laporan, apalagi nasib laporan seperti laporan Pak Amin Jamaluddin dari  LPPI terhadap Ahmadiyah ke Mabes Polri yang sejak tahun 2006 tidak kelar-kelar sampai hari ini, sementara penodaan agama, penyebaran kemaksiatan, dan penyesatan terus berlangsung setiap hari dan tidak sedikit makan korban umat Islam, maka berarti NKRI ini tidak punya antibody.  Polisi bertindak salah, tidak bertindak juga salah. Masalahnya tidak selesai karena perangkat dan sistem hukumnya bak rumah laba-laba yang tidak bisa melindungi warga masyarakat dari bahaya kemaksiatan dan kesesatan.

Maka solusinya adalah pergantian system hukum. NKRI harus menjadikan syariah sebagai hukum formal dan konstitusional. Biar aparat lebih peka dan sigap dalam menjaga kesehatan iman dan moral masyarakat serta menangkal bahaya azab akibat maksiat. Meminjam istilah petinggi Polri di atas, kuncinya di Senayan. 

Ya, bagaimana umat Islam mengubah wajah Senayan dari penghasil hukum dan perundangan sekuler yang tidak mampu menjaga aqidah umat menjadi penetap hukum syariah sebagai hukum formal yang berlaku secara konstitusional di NKRI ini untuk penjagaan aqidah umat dan kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia. Disinilah urgensi perjuangan bersama umat Islam menjadikan Capres Syariah sebagai Presiden NKRI bersyariah secara definitive. In tanshurullah yanshurkum wayutsabbit aqdaamakum!

sumber: http://suara-islam.com/detail.php?kid=4578

Tidak ada komentar:

Posting Komentar