Rabu, 18 April 2012

Urgensi Mengelola NKRI dengan Syariah

KH Muhammad Al Khaththath
Sekjen FUI


Tulisan di kolom ini nomor lalu (kolom MUHASABAH, Tabloid SUARA ISLAM edisi 133, red) “Turunkan SBY, Angkat Presiden Syariah” mendapat banyak tanggapan. Seperti biasanya, ada pro kontra. Yang pro adalah umat yang merindukan pemimpin yang mampu mewujudkan NKRI yang bersih dari korupsi, kemaksiatan, liberal, dan aliran sesat, serta bisa membawa bangsa Indonesia sejahtera dunia akhirat. Yang kontra adalah mereka yang anti syariat. Ada juga yang tidak setuju dengan alasan menolak demokrasi dan pemilu.

Wacana presiden syariah memang belum pernah dikemukakan para politisi maupun aktivis gerakan Islam. Oleh karena itu, dalam dialog publik Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat di Darul Hikam kawasan Dago Bandung, Sabtu 14 April kemarin, saya menyampaikan beberapa pokok pikiran tentang urgensi presiden syariah untuk mengelola NKRI dengan syariah. Urgensi Presiden Syariah yang mengelola NKRI dengan syariah adalah untuk memberikan jalan keluar atas kegagalan pemerintah hari ini mencapai tujuan kemerdekaan bangsa yang mayoritas muslim ini.

Menurut pembukaan UUD 1945 tujuan didirikannya NKRI adalah untuk membentuk Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Selain itu pembukaan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Faktanya hingga hari ini tujuan tersebut belum tercapai. Secara de jure Indonesia merdeka, namun de facto Indonesia belum merdeka. Indonesia tersandera jebakan utang (debt trap). Reformasi tahun 1998 dengan Letter of Intent (LoI) IMF malah membuat ekonomi NKRI berdarah-darah. Kekayaan alam dikuras asing, asset-asset Negara habis terjual, BUMN diprivatisasi, harga barang dan jasa terus meroket, daya beli rakyat semakin lemah, utang pemerintah mencapai 1700T, dan pembayaran bunga serta cicilan pokok di APBN tiap tahun di atas 100T. Tahun ini pemerintah menganggarkan 170T. Industri dan pertanian kita hancur digilas barang-barang impor. Indonesia justru pasar empuk bagi luar negeri. Mereka mengeruk keuntungan besar dari perilaku konsumeristik bangsa. Bisa dihitung berapa keuntungan Sing-Tel, BUMN Singapura, dari Telkomsel setelah anak perusahaan Telkom itu dijual oleh Menteri BUMN Laksamana Sukardi?  Liberalisasi di segala bidang membuat NKRI semakin terpuruk!

Jelas akar masalahnya karena adanya gap antara pernyataan syukur kepada Allah SWT atas nikmat kemerdekaan dan dasar Ketuhanan YME dengan implementasinya dalam berbagai perundangan dan kebijakan Negara yang justru memisahkan agama dari negara. Kecenderungan sekularistik yang berwujud anti syariah itu tampak dalam penolakan terhadap beberapa RUU yang dianggap berbau syariah, seperti RUU Sisdiknas, RUU Anti Pornografi Pornoaksi, dll. Juga ancaman pembatalan perda-perda syariah.

Jelaslah bahwa kegagalan NKRI adalah akibat menjauhkan syariat Allah SWT, Tuhan YME, dari peraturan dan perundangan NKRI akibat paradigma sekularistik tersebut. Siapapun yang melakukan hal itu pasti akan hina di dunia dan akan diadzab di akhirat (QS. Al Baqarah 85). Na’udzubillahi mindzalik!

Oleh karena itu, solusinya adalah taubat nasional dan kembali kepada syariat Islam secara kaffah, menyeluruh (QS. Al Baqarah 208). Tidak lagi mengambil sebagian hukum syariat Islam yang disukai dan menolak hukum syariat Islam yang tidak disukai.

NKRI bersyariah adalah NKRI yang menjalankan seluruh fungsi-fungsi pemerintahan NKRI dengan syariah Allah SWT, Tuhan YME. Presiden atau kepala Negara dan seluruh pembantunya mengelola NKRI dengan syariah. Sehingga NKRI mengimplementasikan rasa syukur kepada Alalh SWT secara praktis dengan mensyariahkan seluruh perangkat Negara dan undang-undang serta segala peraturannya. Maka undang-undang  Allah SWT, yakni nash-nash Al Quran dan As Sunnah, menjadi undang-undang tertinggi dan menjadi sumber hukum bagi segala perundangan yang ada di NKRI. Sehingga dasar Negara Ketuhanan Yang Maha Esa praktis terwujud, tidak diselewengkan dengan bercokolnya UU Anti Tuhan (Sosialis Komunis) dan Anti Kekuasaan Tuhan  (Sekularis LIberalis).

NKRI bersyariah adalah NKRI yang independen dari segala tekanan ideology asing, baik komunis maupun sekularis liberalis. NKRI yang hanya taat dan menghambakan diri kepada  kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Rabbunnaas, Maalikunnaas, Ilahunnaas.  NKRI yang berdaulat, yang mewujudkan firman Allah SWT: (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar…(QS. Al Hajj 41).

NKRI bersyariah insyaallah mendapatkan jaminan limpahan keberkahan Allah SWT karena penyelenggaraan Negara betul-betul mencerminkan sikap takwa para pemimpin dan rakyatnya (QS. Al A’raf 96).

NKRI bersyariah insyaallah akan menyampaikan bangsa Indonesia kepada tujuan kemerdekaan yang sudah ditebus dengan darah para syuhada.  Insyaallah para syuhada di alam kubur akan tersenyum melihat generasi penerusnya hidup merdeka, berdaulat, adil, dan makmur dalam naungan syariat, rahmat,  dan barakah Allah SWT.  Wallahua’lam! 


sumber: http://www.suara-islam.com/detail.php?kid=4406

Tidak ada komentar:

Posting Komentar