JAKARTA (VoA-Islam) – Tak dipungkiri, ada sebagaian
masyarakat muslim Indonesia yang merindukan tegaknya hukum syariah di
negeri ini. Untuk mewujudkan itu, tentu saja harus memiliki pemimpin
bersyariah, yang dari track recordnya giat mensosialisasikan dan memperjuangkan tegaknya syariah selama ini.
“Sebagian Umat Islam memang merindukan tegaknya syariah di Indonesia,
tapi terhalang oleh sistem atau peraturan perundang-undangan. Sebagai
contoh, ada upaya yang mencabut Perda Anti Miras, dengan dalih ada
peraturan yang lebih tinggi, yakni Keppres,” kata Ketua FPI bidang amar
maruf nahi munkar, Munarman saat menjadi pembicara dalam talkshow “Saatnya Memimpin Indonesia dengan Syariah”, Senin (12/3) sore, di Ruang Anggrek, Istora Senayan, Islamic Book Fair 2012.
Hadir sebagai pembicara, yakni: Munarman (menggantikan Habib Rizieq
yang sedang safari dakwah ke Kalimantan), KH. Muhammad al-Khaththath
(Sekjen FUI), dan Ustadz Abu Jibril (MMI). Terlihat antusias pengunjung Islamic Book Fair yang hadir dalam talkshow tersebut. Dibanding talkshow-talkshow sebelumnya, kabarnya, inilah jumlah peserta talkshow terbesar dalam IBF tahun ini.
Seperti diketahui, penggagas Capres Syariah ini adalah KH. Muhammad
Al Khaththath dan kawan-kawan di Forum Umat Islam (FUI). Ada tiga nama
yang diusung umat Islam untuk memilih pemimpin bersyariah,yakni: Habib
Muhammad Rizieq Syihab (Ketua Umum FPI), Ustadz Abu Bakar Baasyir (Amir
JAT), dan Ustadz Abu Jibril (Ketua MMI).
Kenapa hanya tiga nama yang diusung sebagai Capres Syariah? Menurut
Al Khaththath, selama ini kita tahu bahwa Habib Rizieq Syihab adalah
musuh bebuyatannya kaum liberal, sedangkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir
dikenal sebagai musuhnya Amerika Serikat, dan merupaka sosok yang paling
vulgar mendambakan daulah dan khilafah Islamiyah. Adapun Ustadz Abu
Jibril juga dikenal sebagai figur yang selama ini menginginkan tegaknya
syariah di Indonesia.
“Ketiga calon presiden tersebut, telah memenuhi syarat. Mereka muslim
banget, laki-laki banget, dan merdeka. Jika orang sering mengakatakan
NKRI harga mati, maka begitu juga NKRI Bersyariah pun harga mati,” kata
Al Khaththath dengan suara serak.
Al Khaththath mengatakan, gagasan Capres Syariah telah terinspirasi dengan metode Ary Ginanjar dari MQ yang out of the box ketika ingin mewujudkan sesuatu. Karena itu kita harus berani melakukan terobosan.
“Kita tidak bisa serta merta menilai demokrasi adalah sistem kufur,
tapi tetap menggunakan KTP. Jika umat Islam terkungkung karena menilai
demokrasi sistem kufur, akibatnya umat Islam tidak punya visi ke depan,
dan kita tidak bisa bertemu dengan berbagai kelompok Islam yang ada.
Jika terkungkung, akhirnya, kita hanya menjadi kelompok kecil saja,”
tandas Al Khaththath, Pemimpin Umum Tabloid Suara Islam.
Edukasi Umat Islam
Dikatakan Munarman, pernah di tahun 1999, sebuah ormas Islam bernama
GARIS yang dipimpin oleh Chep Darmawan, menggagas pertemuan dengan para
ulama di Jawa Barat. GARIS menggagas untuk merevisi KUHP konvensional
dengan KUHP yang bersyariah dan dilandasi oleh semangat Piagam Jakarta.
Setelah divoting, ternyata hanya 15% yang menyetujui.
KH. Abdul Qadir Jaelanni juga pernah melakukan survey kecil-kecilan
tentang Indonesia Bersyariah. Jika sebelumnya pernah menunjukkan angka
47,9%, lalu menurun menjadi 13%. Ini artinya, makin banyak umat Islam
yang tidak melek syariah.
Dalam sistem sekuler, untuk bisa memenuhi kesepakatan, setidaknya
harus mencapai 50% suara. Maka, hal ini menjadi penghalang untuk
memuluskan wacana Capres bersyariah. “Ada kesombongan mereka yang duduk
di parlemen. Mereka memvoting hukum Allah, apakah cocok dengan manusia
atau tidak. Yang pasti, kerinduan umat Islam untuk memiliki pemimpin
yang menegakkan hukum syariah di negeri tak bisa terbantahkan,” ungkap
Munarman.
Gagasan Kontroversial?
Diakui al Khaththath, banyak di kalangan umat Islam di Indonesia
sendiri yang menganggap gagasan ini sebagai sesuatu yang mustahil dan
kontroversial, tapi menarik. Hanya dengan revolusi cita-cita tegaknya
syariah itu akan terwujud. Padahal, Capres Syariah adalah Muqaddimah
dari Revolusi. “Sekaliber Muhammad Natsir sendiri belum pernah
mengajukan nama pemimpin bersyariah ketika itu. Yang menarik, Prof
Nasarudin Umar dari Kemenag RI menyambut baik gagasan Capres syariah.”
Melihat konstalasi politik, untuk mewujudkan kekhalifahan Islam tergantung pada masyarakat di tingkat grassroot.
Realita yang sering dihadapi saat berlangsung pemilihan pemimpin, baik
di tingkat nasional maupu daerah, adalah adanya factor kecurangan, dan
rekayasa mesin penghitung suara.
Menurut Al-Khaththath, harus diakui, hingga saat ini, umat Islam
belum teredukasi (terdidik), terutama kesadaran untuk memilih pemimpin
yang memperjuangkan syariah. “Saat ini masih ikut-ikutan saja,” ujar
Sekjen FUI.
Kerinduan tegaknya syariah di Indonesia, dapat dilihat dari kebijakan
pemerintah daerah setempat yang telah memberlakukan sejumlah Perda
tentang anti miras dan pelacuran. Ini menunjukkan, aspirasi umat Islam
telah ditangkap dan ditanggapi oleh partai Islam, bahkan partai sekuler
sekalipun.
“Sudah saatnya kita mencari formulasi untuk memuluskan pemilihan
capres bersyariah. Tugas kita adalah menghimpun sebanyak-banyaknya
relawan-relawan untuk mensosialisasikan jalannya pemilihan capres
bersyariah,” kata Munarman yang diamini oleh al-Khaththath. Desastian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar